Merapi on Action

3:04:00 PM

JOGJA adalah tempat yang nyaman untuk ditinggali. Walaupun padat penduduk karena setiap tahunnya banyak mahasiswa baru yang datang dan menuntut ilmu di jogja, namun tidak membuat jogja menjadi macet. Jogja juga tidak terlalu panas seperti di jakarta atau surabaya. Jogja adalah kota yang masih kental budayanya, budaya Jawa. Dan saya merasa nyaman tinggal di Jogja. Setidaknya itu yang saya rasakan sebelum merapi mulai bergeliat dan menunjukkan keberadaannya.

Merapi yang letaknya di kota Jogja mulai beraktivitas kembali, dan mulai meletus kembali pada tanggal 26 Oktober 2010. Tantu saja hal ini membuat panik warga Jogja, termasuk saya.

Awalnya, saya dan teman-teman ingin mengadakan makrab di Kaliurang, yang merupakan lereng gunung merapi. Namun karena merapi mulai beraktivitas kembali maka kami pun harus mengurungkan niat dan mengalihkan tujuan ke temppat lain, yaitu Pantai Indrayanti, di daerah gunung Kidul.

Merapi masih menjadi topik sehari-hari, dan mulai merangkak ke klimaksnya pada saat kita sedang makrab ppada tanggal 30 Oktober 2010. Jogja terkena abu vulkanik merapi, dan itu membuat kami sedikit panik. Kami pun pulang ke Jogja lebih awal dari jadwal yang sudah ditentukan. Sesampainya di Kota Jogja, terkejutlah kami melihat sekeliling kota yang mulai menjadi monokrom karena tertutup abu. jalanan menjadi seperti gurun karena abu yang beterbangan. Jogja ku jadi sulit dikenali. Dan barangkali sejak saat itu aku mulai merasa agak kurang nyaman berada di Kota Jogja.


Pantai yang indah, namun kami tidak bisa menikmatinya sepenuhnya, karena pikiran kami melayang ke rumah, ingin tau apa yang terjjadi disana. Dan inilah keadaan setelah kami tiba di kampus JUTAP UGM.

Segalanya monokrom, pohon pun warnanya cokelat.
Abu vulkanik itu membuat kita harus memakai masker bila bepergian keluar rumah, dan aku merasa sangat tidak nyaman. Sampai akhirnya merapi meletus lagi pada tanggal 4 November 2010, dan letusan kali ini tergolong besar. Radius aman sampai 20 km, sedangkan kost ku hanya 26 km dari puncak merapi. Hujan abu masih kami rasakan, bahkan semakin parah dari yang pertama.

Akhirnya rektor UGM mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan mahasiswanya sampai tanggal 13 November 2010 :D Menunggu Merapi agak reda. 

Dan aku pun memutuskan untuk pulang ke kampung halaman di Semarang, sekalian ngungsi.
Perjalanan ku untuk pulang kali ini sungguh berat. Bus tak ada yang mau beroperasi karena jalanan di Magelang sangat licin. Selain itu jalanan yang tidak terguyur hujan sangat berdebu sehingga jarak pandang hanya beberapa meter, dan itu sangat mengganggu. 

Sepanjang perjalanan selama di Magelang, yang kulihat hanya cokelat. cokelat, dan cokelat. Lagi-lagi semuanya monokrom. Pohon-pohon banyak yang tumbang karena tidak mampu menahan beban abu yang terlalu tebal, atap fiber dan seng banyak yang rusak, listrik di kanan kiri jalan pun padam karena pohon yang tumbang banyak yang merusak tiang listik dan kabelnya. Magelang bagaikan kota mati, rumah-rumah banyak yang ditinggal warganya yang mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sungguh pemandangan yang menyedihkan.

Ini foto asli tanpa editan, dan terlihat sangat monokrom :(

Saya belum pernah melihat keadaan separah ini di depan mataku sendiri. Sedih. Semoga Jogja cepet sembuh. I pray for Indonesia.



You Might Also Like

0 comments

Subscribe